Beranda | Artikel
Penjelasan Hadits Rukun Islam (3)
Minggu, 31 Agustus 2014

Rukun kedua, menunaikan shalat

Menunaikan shalat lima kali sehari merupakan kewajiban setiap muslim. Bagaimana pun kondisi dan keadaannya tidak ada keringan meninggalkannya. Hanya saja jika seseorang berada pada kondisi, misalnya, kurang sehat, baginya diperbolehkan shalat sembari duduk atau posisi apa pun yang masih bisa ia jangkau. Tentu saja sesuai ketentuan syari’at yang berlaku.

Adapun orang yang sengaja meninggalkannya, maka ketahuilah bahwa banyak nash yang menegaskan akan kekafirannya, keluar dari Islam. Demikian kesimpulan Ibnu Rajab dalam Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam (I/145, tahqiq Al-Arnauth). Imam Muslim melaporkan dari Jabir bin ‘Abdullah, bahwasannya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,

بين الرجل و بين الشرك الكفر ترك الصلاة

Perbedaan antara seseorang dengan kemusyrikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.

‘Umar bin Al-Khathab berkata, “Orang yang meninggalkan shalat tidak punya bagian dalam Islam”. Sa’d bin ‘Ammarah dan ‘Ali bin Abu Thalib mengatakan, “Siapa yang tidak shalat, berarti telah keluar dari agama”. ‘Abdullah bin Syaqiq menuturkan, “Dahulu para shahabat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak memandang suatu amalan yang apabila ditinggalkan menyebabkan kekufuran selain shalat”. Ayyub As-Sikhtiyani menyatakan, “Meninggalkan shalat adalah kekufuran yang tidak diperselisihkan”.

Setelah membawakan berbagai riwayat di atas, Al-Hafizh Ibnu Rajab lantas berkomentar (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam I/147), “Pendapat inilah yang menjadi pegangan sejumlah kalangan orang-orang terdahulu dan orang-orang belakangan. Inilah pendapat Ibnu Al-Mubarak, Ahmad, dan Ishaq. Ishaq menghikayatkan adanya konsesus ulama. Muhammad bin Nashr Al-Marwazi mengatakan, ‘Itulah pendapat mayoritas pakar hadits’”.

Al-Hafizh Ibnu Rajab melanjutkan, “Segolongan mereka berpendapat bahwa orang yang meninggalkan bagian dari rukun Islam yang lima dengan sengaja, maka ia kafir karena perbuatannya itu. Yang demikian itu telah diriwayatkan dari Sa’id bin Jubair, Nafi’, dan Al-Hakam. Inilah riwayat dari Ahmad yang dipilih oleh kalangan madzhabnya. Ini pula pendapat Ibnu Habib dari kalangan madzhab Malikiyyah”.

Al-Lalika’i meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, bahwasannya beliau berkata, “Tali Islam dan pokok agama ada tiga, demikianlah asas Islam: persaksian bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, shalat, dan puasa Ramadhan. Siapa yang meninggalkan satu saja darinya, maka ia kafir karenanya; darahnya halal. Anda jumpainya banyak harta tapi tidak naik haji, ia akan terus seperti itu menjadi kafir, namun darahnya tidak halal. Ada orang yang Anda jumpai banyak harta namun tidak membayar zakat, ia terus akan kafir dengan seperti itu tapi darahnya tidak halal.”

‘Abdullah bin Mas’ud berkata, “Siapa yang tidak membayar zakat, maka tidak ada shalat baginya.” Ibnu Rajab menjelaskan bahwa yang dimaksud pernyataan di atas bukan menafikan keapsahan ataupun wajib mengulanginya. Namun yang dimaksud adalah hilangnya. Ibnu Rajab menuturkan, “Dari sini dapat diketahui bahwa melanggar sebagian perkara haram yang dapat mengurangi kadar iman menyebabkan sebagian ketaatan tertolak, meskipun sebagian rukun Islam, seperti tafsiran yang telah kami sebutkan. Mengingat sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, ‘Siapa yang mengkonsumsi khamer, maka Allah tidak terima shalatnya selama 40 hari.’ Beliau juga bersabda, ‘Siapa yang mendatangi peramal kemudian mengamini apa yang ia ucapkan, shalatnya tidak diterima selama 40 hari’”.

Kiranya berbagai riwayat di atas sudah dapat membangkitkan orang yang akalnya masih sehat untuk terus mengerjakan shalat sesuai ketentuan syari’at dan tidak meninggalkannya dalam keadaan apapun. Apatah lagi disebutkan dalam pribahasa bahwa orang yang berkal itu sudah faham dengan hanya isyarat, yang tidak difahami oleh orang dungu meski dihadirkan seribu saksi.

Adapun tentang tatacara shalat, maka tempatnya ada di kitab-kitab fiqih yang sudah diketahui. Bahkan ada sejumlah ulama yang sampai mengarang kitab shalat dalam satu karya tersendiri, misalnya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dalam Shifat Shalat Nabi. Menurut hemat penulis, Kitab Shalah Al-Mukmin karya Dr. Sa’id bin Wahf bin ‘Ali Al-Qahthani termasuk kitab terbaik yang memaparkan berbagai permasalahan berkaitan dengan shalat. Kitab tersebut sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Alhamdulillah.

Penulis: Firman Hidayat Al Mawardi

Artikel Muslim.Or.Id

[serialposts]

🔍 Niat Dalam Islam, Ilmu Akidah, Sejarah Perkahwinan Nabi Muhammad, Pengertian Syirik Modern


Artikel asli: https://muslim.or.id/22493-penjelasan-hadits-rukun-islam-3.html